LAPORAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI BANTEN

 



Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus)

            Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan spesies paling langka diantara 5 spesies badak yang ada di dunia (JKSH FAHUTAN IPB, 1997). Berdasarkan data yang diperoleh dari perangkat kamera jebak di Taman Nasional Ujung Kulon, diestimasi bahwa populasi badak sebanyak 63 ekor. Jumlah tersebut relatif stagnan sejak 1980, terkait dengan daya dukung Taman Nasional Ujung Kulon yang telah mencapai batasnya untuk populasi badak jawa.             

Badak adalah binatang berkuku ganjil (perrisodactyla), pada tahun 1758 Linnaeus telah memberi nama marga (genus) Rhinoceros kepada badak jawa. Secara taksonomi badak Jawa diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom                     : Animalia

Phylum                        : Chordata

Sub phylum                 : Vertebrata

Super kelas                  : Gnatostomata

Kelas                           : Mammalia

Super ordo                  : Mesaxonia

Ordo                            : Perissodactyla

Super famili                 : Rhinocerotides

Famili                          : Rhinocerotidae

Genus                          : Rhinoceros Linnaeus, 1758

Spesies                        : Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822

 

Rhinoceros: berasal dari bahasa Yunani yaitu rhino, berarti "hidung" dan ceros, berarti "cula" sondaicus: merujuk pada kepulauan Sunda di Indonesia. (Bahasa Latin -icus mengindikasikan lokasi); "Sunda" berarti "Jawa" Sedangkan dalam bahasa Inggrisnya Badak Jawa disebut Javan.

 

MORFOLOGI BADAK JAWA.

 

Berdasarkan penampilan bentuk tubuh dan rupa (morfologi)nya, badak jawa adalah sebagai berikut:

§   Tinggi dari telapak kaki hingga bahu berkisar antara 168-175 cm.

§   Panjang tubuh dari ujung moncong hingga ekor 392 cm dan panjang bagian kepala 70 cm.

§   Berat tubuhnya dapat mencapai 1.280 kg.

§   Tubuhnya tidak berambut kecuali dibagian telinga dan ekornya.

§   Tubuhnya dibungkus kulit yang tebalnya antara 25-30 mm.

§   kulit luarnya mempunyai corak yang mozaik.

§   Lipatan kulit di bawah leher hingga bagian atas berbatasan dengan bahu.

§   Di atas punggungnya juga terdapat lipatan kulit yang berbentuk sadel (pelana) dan ada lipatan lain di dekat ekor serta bagian atas kaki belakang.

§   Badak betina tidak mempunyai cula, Ukuran cula dapat mencapai 27 cm.

§   Warna cula abu-abu gelap atau hitam, warnanya semakin tua semakin gelap, pada pangkalnya lebih gelap dari pada ujungnya.

Ciri-ciri yang khas dari Badak Jawa adalah memiliki bibir atas lengkung-mengait kebawah (hooked upped), bercula satu dengan ukuran panjang sampai 25 (dua puluh lima) sentimeter, kulit berwarna abu-abu dan tidak berambut. Bibir atas tersebut memiliki kelenturan yang dipergunakan untuk mengait dan menarik dedaunan dari ujung ranting kedalam mulutnya sewaktu makan. Ciri yang sangat menonjol lainnya adalah memiliki lipatan kulit tubuh seperti baju besi (Armor platted). Baju besi  kulit rhino ini membuat penampilannya menjadi sangat gagah dan anggun (lihat gambar diatas). Hal itu mengingatkan kita kepada baju besi untuk berperang.





HABITAT BADAK JAWA.

 

Habitat (tempat hidup) badak jawa adalah hutan hujan dataran rendah dan rawa-rawa (tropical rainforest dan mountain moss forest), beberapa dijumpai pada ketinggian 1000 m dari permukaan laut. Badak jawa terdapat di daerah barat pulau Jawa tepatnya di Taman Nasional Ujung Kulon. Tempat-tempat yang rimbun dengan semak dan perdu yang rapat serta menghindari tempat-tempat yang terbuka, terutama pada siang hari. Hutan teduh dan rapat, seperti halnya formasi langkap disukai badak untuk bernaung dan berlindung dari kejaran manusia.

Badak ini dapat mengkonsumsi sekitar 150 (seratus lima puluh) jenis tanaman, namun variasi menu makanan sehari-harinya tergantung ketersediaan jenis tanaman yang ada dilokasi-lokasi tempat mencari makan, Walaupun badak ini dapat mengkonsumsi dedaunan, pucuk-pucuk tanaman, rerumputan dan buah-buahan, dia lebih menyukai daun-daun muda. Buah-buahan yang dimakan oleh badak jawa antara lain Kemlandingan (petai cina), pepaya dan pisang.

Badak jawa beraktifitas pada siang dan malam hari, dengan daerah jelajah- nya untuk badak betina diperkirakan sekitar 10-20 km2 dan untuk badak jantan diperkirakan sekitar 30 km2. Dalam mencari makanan, badak jawa melakukannya di malam hari dengan pergi ketempat-tempat dekat hutan yang didominasi semak belukar yang lebat atau dengan pepohonan yang bertangkai rendah dekat sungai dan dataran rendah pesisir Ujung Kulon



PENYEBARAN BADAK JAWA.

 


Di Indonesia, badak Jawa dahulu diperkirakan tersebar di Pulau Sumatera dan Jawa. Di Sumatera saat itu badak Jawa tersebar di Aceh sampai Lampung. Di Pulau Jawa, badak Jawa pernah tersebar luas diseluruh Jawa. Badak Jawa kini hanya terdapat di Ujung Kulon, Banten. Tahun 1833 masih ditemukan di Wonosobo, 1834 di Nusakambangan, 1866 di Telaga Warna, 1867 di Gunung Slamet, 1870 di Tangkuban Perahu, 1880 di sekitar Gunung Gede Pangrango, 1881 di Gunung Papandayan, 1897 di Gunung Ceremai dan pada tahun 1912 masih dijumpai di sekitar daerah Kerawang. Frank pada tahun 1934 telah menembak seekor badak Jawa jantan dari Karangnunggal di Tasikmalaya,Sedangkan penyebaran di luar negeri menurut catatan pernah ada di kawasan hutan Negara Vietnam, namun sekarang tidak pernah ditemukan lagi dan dinyatakan sudah punah. Dengan demikian Rhino Jawa ini dapat dikatakan sebagai satwa langka 
endemik Banten. Yang dimaksud dengan endemik ini berarti satwa asli dan hanya dapat ditemui disuatu daerah saja dalam hal ini di daerah Banten.

Pada tahun 1910 badak Jawa sebagai binatang liar secara resmi telah dilindungi Undang-Undang oleh Pemerintah Hindia Belanda, sehingga pada tahun 1921 berdasarkan rekomendasi dari The Netherlands Indies Society for Protection of Nature, Ujung Kulon oleh pemerintah dinyatakan sebagai Cagar Alam. Keadaan ini masih berlangsung terus sampai status Ujung Kulon diubah menjadi Suaka Margasatwa di bawah pengelolaan Jawatan Kehutanan dan Taman Nasional pada tahun 1982.

 

POPULASI BADAK JAWA

 

Populasi adalah suatu kelompok suatu jenis satwa yang hidup pada wilayah tempat hidup tertentu, misalnya Populasi Harimau Sumatera di kawasan hutan TN Bukit Barisan Selatan-Sumatera. Di Ujung Kulon populasi badak pada tahun 1937 ditaksir ada 25 ekor (10 jantan dan 15 betina), dan pada tahun 1955 ada sekitar 30-35 ekor. Pada tahun 1967 di Ujung Kulon pertama kalinya diadakan sensus badak Jawa yang menyebutkan populasinya ada 21-28 ekor.

Turun naiknya populasi badak selain adanya kelahiran anak, juga dipengaruhi oleh adanya perburuan. Setelah pengawasan yang ketat terhadap tempat hidup badak, populasi badak jawa terus meningkat hingga kira-kira 45 ekor pada tahun 1975.

Populasi badak jawa menurut hasil sensus sampai tahun 1989 diperkirakan tinggal 52-62 ekor. Sensus pada Nopember 1999 yang dilaksanakan ole TNUK dan WWF diperkirakan 47 - 53 ekor.Sensus populasi badak jawa yang dilaksanakan oleh Balai TNUK, WWF - IP dan YMR pada tahun 2001 memperkirakan jumlah populasi badak berkisar antara 50- 60 ekor. Sensus terakhir yang dilaksanakan Balai TNUK tahun 2006 diperkirakan kisaran jumlah populasi badak Jawa adalah 20 - 27 ekor.Kondisi diatas menunjukkan bahwa populasi badak jawa di kawasan hutan TN Ujung Kulon pada saat ini tidak diketahui dengan pasti jumlahnya. Diperkirakan kurang dari 100 (seratus) ekor dan semuanya hidup di habitat alamnya


Badak jawa tidak ada yang hidup di Penangkaran (tempat hidup buatan/eksitu) seperti Kebun-kebun Binatang atau Tempat-tempat Pelestarian Satwa (TPS) seperti Taman Safari Indonesia (Cisarua-Bogor). Kondisi ini mencerminkan kerentanan kehidupan dan keberadaan badak jawa, khususnya terhadap bila terjadinya bencana alam atau wabah hama penyakit. Mengingat badak jawa jumlahnya kurang dari 100 (seratus) ekor, penyebarannya terbatas di kawasan hutan TN Ujung Kulon dan hanya ada di habitat alaminya, maka rhino ini dikatagorikan kedalam kelompok satwa langka yang menuju kepunahan.

 

PERILAKU BADAK JAWA

 

Badak jawa sangat senang berendam dalam Lumpur, dimana dia dapat diam berdiri tegak didalam kubangan selama 4 (empat) sampai 6 (enam) jam. Tujuan  mandi dan berendam dalam lumpur ini adalah untuk mendinginkan suhu badan dan kulit serta mencegah parasit yang sering mengganggu kulitnya. Oleh karena itu, kubangan menjadi sangat penting bagi sang badak untuk berendam, berjemur, bersantai bahkan untuk tidur. Sehingga tidak heran bila sang badak ini akan  bertempur habis-habisan dalam mempertahankan atau memperebutkan kubangannya dari satwa lain yang senang berkubang seperti banteng dan babi hutan. Bila ini terjadi dan satwa lain tidak mau mundur, maka sang badak akan bertekad anda atau saya yang mati. Pertempuran yang terjadi akan berakhir dengan kematian disalah satu pihak.Biasanya ukuran kubangan badak ini memiliki panjang berkisar antara 6 (enam) sampai 7 (tujuh) meter, lebar 3 (tiga) sampai 5 (lima) meter, kedalaman antara 0,5 (setengah) sampai 1 (satu) meter, dan ketebalan Lumpur antara 50 (lima puluh) sampai 75 (tujuh puluh lima) sentimeter yang tercampur air hujan/tawar. Apabila



Potensi dan Ancaman Badak Jawa

Indonesia adalah negara dan bangsa yang satu-satunya yang memiliki jenis Badak terlengkap dimana dari 5 (lima) jenis yang tersisa di dunia, Indonesia memiliki dua jenis badak yaitu badak bercula satu ( badak jawa) dan badak bercula dua (badak sumatera). Sedangkan Benua Afrika yang luaspun, walau memiliki dua jenis badak (badak hitam dan badak putih) keduanya bercula dua dan India hanya memiliki badak bercula satu (badak india).

Pada situs berita lingkungan mongabay tahun 2019 mengatakan bahwa Populasi badak jawa (Rhinoceros sondaicus) bertambah. Empat induk badak telah melahirkan anak, masing-masing satu individu. Total, 72 individu badak jawa di Ujung Kulon.Jumlah ini merupakan angka tertinggi yang tercatat sejak 1967, 1980, 1983, dan 2007 yang berjumlah 64 individu.Sepuluh tahun lalu, badak jawa di Ujung Kulon diperkirakan kurang dari 50 individu. Populasi ini meningkat bertahap yang ditandai kelahiran sejak 2012.Harapan baru ketersediaan tumbuhan pakan badak jawa (Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), itu ada. Melalui program NEWTRees, Balai TN Ujung Kulon bekerja sama dengan WWF Indonesia-Ujung Kulon yang melibatkan masyarakat sekitar taman nasional melakukan penanaman beberapa jenis tumbuhan pakan tersebut. Tujuannya, meningkatkan keragaman jenis pakan sekaligus memberikan ruang gerak terbuka bagi satwa bercula itu dalam memilih sumber pakannya.

Melestarikan Badak jawa



Badak jawa yang hanya ada di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), tidak saja membuat masyarakat Banten bangga.Tetapi juga, turut menjaga kehidupannya.upaya konservasi badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon telah dilakukan tim Balai TNUK telah dengan perlindungan dan pengamanan kawasan.

 Dengan pembinaan habitat intensif disertai pembukaan koridor dari Semenanjung Ujung Kulon, diharapkan individu-individu badak bergerak masuk ke areal JRSCA. Individu-individu tersebut, [bersama individu-individu asli di JRSCA], nantinya akan menjadi sub-populasi badak jawa yang dikelola dengan teknik pengembangbiakan relevan [tepat].Fakta lapangan ini sekaligus menunjukkan, JRSCA merupakan lokasi yang cocok sebagai habitat kedua badak jawa. Pertamaketersediaan ragam tumbuhan pakan yang mencapai 200 jenis.

WWF Indonesia-Ujung Kulon yang melibatkan masyarakat sekitar taman nasional melakukan penanaman beberapa jenis tumbuhan pakan tersebut.

Tujuannya, meningkatkan keragaman jenis pakan sekaligus memberikan ruang gerak terbuka bagi satwa bercula itu dalam memilih sumber pakannya.Program ini untuk mencukupi ketersediaan dan variasi tumbuhan pakan badak jawa. Saat ini, habitatnya relatif kecil dibanding populasinya yang menujukkan tren pertumbuhan 

Referensi:

Beaufort, L.F. On the occurence of Rhinoceros sondaicus in Sumatra. Tijdscr Ned. Dierk. Ver. Ser. 1: 43, 1934.

Blyth, E. A memoir on living Asiatic species of Rhinoce- ros. J. Asiatic Soc. 31: 151-175, Bengal, 1862.

Hoogerwerf, A. Udjung Kulon the Land of the Last Javan Rhinoceros. E.J. Brill, Leiden, 1970

Sadjudin, H.R. Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus Desmartes, 1822) di Semenanjung Ujung Kulon. Biologi Univ. Nasional, Jakarta, 1983.

Schenkel, R. and Schenkel, L.H. The javan rhinoceros (Rh. sondaicus Desm.) in Udjung Kulon Nature Reserve. Its ecology and behaviour, Field Study 1967-1968. Acta Trop. 26: 97, 1969.


Comments